Biografi Ulama Tabi’in: Sa’id bin Musayyib [Bagian 03]

3.Ibadahnya

Dari Harmalah bin Said bin Al-Musayyib, dia berkata bahwa Said pernah mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah selama 40 tahun.”

Dari Utsman bin Hukaim, dia berkata, “Aku pernah mendengar Said bin Al-Musayyib berkata, “Selama 30 tahun, setiap kali para Muadzin mengumandangkan adzan, pasti aku sudah berada di dalam masjid.”[1]

Dari Abdul Mu’in bin Idris dari ayahnya, dia berkata, “Selama 50 tahun Said bin Al-Musayyib melakukan shalat Shubuh dengan wudhu shalat Isya’.” Said bin Al-Musayyib berkata, “Aku tidak pernah ketinggalan takbir pertama dalam shalat selama 50 tahun (shalat di awal waktu). Aku juga tidak pernah melihat punggung para jamaah, karena aku selalu berada di barisan terdepan selama 50 tahun itu” [2]

Dari Ibnu Harmalah dari Said bin Al-Musayyib, dia berkata, “Dia pernah mengeluhkan penglihatannya kepada orang-orang. Kemudian mereka berkata kepadanya, “Wahai Abu Muhammad, kalaulah Anda mau berjalan-jalan keluar, memandang tebing-tebing yang menghijau, niscaya Anda akan merasakan lebih segar.” Dia berkata, “Bagaimana aku dapat melakukan hal itu, kalau penglihatanku kabur bagaikan tertutup kabut pagi.”[3]

Dari Yazid bin Hazim, dia berkata, “Said bin Al-Musayyib melakukan puasa terus menerus. jika matahari telah terbenam, dia datang ke masjid dengan membawa minuman dari rumahnya dan meminumnya.”[4]

Dari Imran bin Abdullah, dia berkata, “Said bin Al-Musayyib berkata, “Tidak ada satu rumah pun yang menjadi tempatku berteduh di kota ini selain rumahku, itu pun kadang-kadang untuk sekadar menengok puteriku dan memberinya salam (dia selalu di masjid).”[5]

Dari Ibnu Harmalah, dia berkata, “Aku berkata kepada Barad budak Ibnu Al-Musayyib, “Bagaimana shalat Ibnu Al-Musayyib di rumahnya?” Barad menjawab, “Aku tidak tahu, hanya saja dia banyak melakukan shalat dan membaca Surat Shad,

Shad, demi Al-Qur’an yang mempunyai keagungan.” (Shad: 1) [6]

Dari Ashim bin Al-Abbas Al-Asadi, dia berkata, “Said bin Al-Musayyib sering berdzikir dan merasa takut kepada Allah. Aku juga mendengar dia banyak membaca ayat-ayat Al-Qur’an di atas kendaraannya, dia sering membaca dengan suara nyaring “Bismilllahirrahmanirrahim”, dia senang mendengarkan syair akan tetapi tidak mau melantunkannya. Aku pernah melihatnya berjalan dengan tanpa alas kaki, mencukur kumisnya, berjabat tangan dengan setiap orang yang dijumpainya dan tidak senang banyak tertawa.”[7]

4. Ilmu Pengetahuannya

Dari Yahya bin Hibban, dia berkata, “Tokoh terkemuka di Madinah pada masanya dan yang sangat dihormati dalam bidang fatwa adalah Said bin AlMusayyib. Ada yang menyebutkan bahwa dia adalah imam para ulama fikih.”

Qatadah berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih tahu tentang hukum halal dan haram dari Said bin Al-Musayyib.”[8]

Dari Hisyam bin Sa’ad, dia berkata, “Aku pernah mendengar Az-Zuhri berkata ketika ada seseorang bertanya kepadanya, “Dari mana Said bin Al Musayyib menimba ilmu?”

Az-Zuhri menjawab, “Dari Zaid bin Tsabit, dia juga pernah berguru pada Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Disamping itu, dia juga berguru pada isteri-isteri Rasulullah, seperti Sayyidah Aisyah dan Ummu Salamah Radhiyallahu Anhuma. Selain itu, dia juga pernah berguru pada Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Shuhaib, Muhammad bin Maslamah Ridwanullahi Alaihim. Dan, banyak meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah yang merupakan mertuanya.

Said juga mendengar hadits dari para sahabat Umar bin Al-Khathab dan juga para sahabat Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhuma Dia pernah disebut sebagai orang yang paling tahu tentang apa yang pernah diputuskan Umar bin Al-Khathab dan Utsman bin Affan radhiyallahu anhuma dalam pengadilan .”[9]

Abbas Ad-Duri berkata, “Aku pernah mendengar Yahya bin Ma’qil berkata, “Hadits-hadits Mursal dari Said bin Al-Musayyib lebih aku senangi daripada hadits-hadits mursal dari Al-Hasan. Dan, hadits-hadits mursal Ibrahim banyak yang shahih kecuali sebuah hadits tentang perniagaan dan tertawa dalam shalat.”[10]

Abu Thalib berkata, “Aku pernah bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal, “Siapakah Said bin Al-Musayib?” Dia menjawab, “Siapa yang menandingi Said bin Al-Musayyib? dia adalah orang yang dapat dipercaya dan termasuk orang yang saleh.”

Aku bertanya lagi, “Apakah riwayat Said dari Umar bin Al-Khathab dapat dijadikan hujjah?” Dia menjawab, “Dia adalah hujjah bagi kita, dia pernah melihat Umar bin Al-Khathab dan banyak mendengar hadits darinya. Kalaulah riwayat Said dari Umar bin Al-Khathab tidak diterima, siapa lagi yang dapat diterima? [11]

Dari Malik, dia berkata, “Sesungguhnya Al-Qasim bin Muhammad pernah ditanya seseorang tentang suatu permasalahan, lalu dia berkata, “Apakah Anda telah bertanya kepada seseorang selain aku?” Orang itu menjawab, “Ya, sudah, aku bertanya kepada Urwah dan Said bin Al Musayyib.” Lalu dia berkata, “Ikutilah pendapat Said bin Al-Musayyib karena dialah guru dan pembesar kami.”

Malik berkata, “Said bin Al-Musayyib pernah ditanya tentang riwayat Umar bin Al-Khathab, karena dia adalah orang yang sering menyimak keputusan-keputusan Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu dan mempelajarinya. Jika Ibnu
Umar datang kepadanya tentu akan bertanya tentang keputusan-keputusan bapaknya Umar bin Al-Khathab.”[12]

Dari Abu Ali bin Husain, dia berkata, “Said bin Al-Musayyib adalah orang yang paling luas wawasan kelimuannya tentang hadits-hadits dan perkataan para sahabat disamping dia juga orang yang paling mumpuni pendapatnya.” [13]

Dari Abdurrahman bin Abi Zinad dari ayahnya, dia berkata, “Ada tujuh orang di Madinah yang merupakan sandaran fatwa bagi khalayak umum, mereka adalah; Said bin Al-Musayyib, Abu Bakar bin Abdirrahman bin Al Harits bin Hisya, Urwah bin Az-Zubair, Abdullah bin Abdullah bin Utbah, Al-Qasim bin Muhammad, Kharijah bin Zaid dan Sulaiman bin Yasar.[14]

Ada di antara kaum cendikia yang membuatkan bait syairnya tentang mereka,

“Ingatlah semua yang tidak mengikuti para imam,
mereka akan tersesat dan keluar dari kebenaran.
Mintalah pendapat dan fatwa kepada mereka; Ubaidillah, Urwah (bin Az-Zubair), Al-Qasim (bin Muhammad),
Said (bin Al-Musayyib), Sulaiman (bin Yasar) dan Abu Bakar (bin Abdirrahman) serta Kharijah (bin Zaid).”

Bersambung..

Foot Note:
[1] Hilyah AI-Auliya’ 2/162.

[2] Ibid. 2/163.

[3] Thabaqat Ibnu Sa’ad 5/132.

[4] Ibid. 5/133.

[5] Ibid. 5/131.

[6] Ibid, dan Siyar A’lam an Nubala’ 4/240

[7] Thabaqat Ibnu Sa’ad dan Siyar Alam an Nubala’ 4/240

[8] Tahdzib al Kamal 11/71

[9] Thabaqat Ibnu Sa’ad 2/380

[10] Syadzarat Adz-Dzahabi 2/380.

[11] Tahdzib al Kamal 11/73.

[12] Tarikh Baghdad 6/372.

[13] Thabaqat Ibnu Saad 5/121/122.

[14] Ibid. 2/384.

Sumber: 60 Biografi Ulama Salaf, Syaikh Ahmad Farid

Artikel: www.kisahislam.net

Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam

=

Comments
All comments.
Comments