Thalhah bin ‘Ubaidillah – Bagian Pertama

BAGIAN PERTAMA

“Barangsiapa ingin melihat seorang syahid berjalan di atas muka bumi, hendaklah dia melihat kepada Thalhah bin ‘Ubaidillah.” [Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam]

Selamat datang!

Selamat datang kepada seorang laki-laki yang mengorbankan hidupnya demi membela al-Habib Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Perang Uhud…

Selamat datang kepada seorang syahid namun masih hidup, yang menjejakkan kakinya di muka bumi padahal dia mengetahui bahwa dia di Surga.

Selamat datang kepada seorang laki-laki di mana dia termasuk orang-orang yang dinyatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyelesaikan tugas mulianya.

Selamat datang kepada seorang Sahabat yang mulia Thalhah bin ‘Ubaidillah al-Qurasyi at-Taimi Abu Muhammad, salah seorang Sahabat dari sepuluh orang Sahabat yang dijamin Surga, salah seorang dari delapan orang yang pertama kali masuk Islam, salah seorang dari lima Sahabat yang masuk Islam di tangan Abu Bakar, dan salah seorang Sahabat dari enam orang ahli syura yang ditunjuk oleh `Umar.[1]

Thalhah adalah pemilik jiwa yang suci yang selalu mencari kebaikan di mana pun ia berada… dia melihat zaman Jahiliyyah di mana masyarakat hidup di dalamnya, jiwanya menolak, hatinya terkoyak sedih dan pedih terhadap keadaan tersebut. Dia dan orang-orang sepertinya -dari kalangan orang-orang yang mempunyai muru-ah (kehormatan) dan jiwa yang bersih lagi suci yang telah difitrahkan di atas kesucian- berharap keadaan tersebut akan berubah dan berganti menjadi sebuah kehidupan yang bersih dan suci, orang-orang hidup di bawah naungan kasih sayang, saling menyintai, berkeadilan, dan bersaudara.

Thalhah radhiyallahu ‘anhu adalah salah satu dari sekian banyak tokoh besar Islam, salah seorang ksatria pemberani, seorang laki-laki dari sekian laki-laki yang mempunyai pengaruh baik, yang paling agung adalah di bidang penaklukan-penaklukan Islam yang pertama. Ayah Thalhah adalah ‘Ubaidullah, salah seorang pemuka Makkah, salah seorang hartawan di sana. Ibunya adalah ash-Sha’bah binti ‘Abdillah. Kakek ash-Sha’bah dari jalur ibunya adalah Wahb bin ‘Abdillah, seorang dermawan dan berhati mulia.

Masa kanak-kanaknya tumbuh dan masa mudanya berkembang di tengah pengawasan ayah dan ibunya. Thalhah belajar banyak dari keduanya tentang urusan-urusan kehidupan, mengambil akhlak-akhlak mulia dan sifat-sifat terpuji dari keduanya. Hingga ketika Thalhah mencapai usia dewasa, dia menikah dengan Hamnah binti Jahsy, saudara perempuan Zainab isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Thalhah hidup di Makkah sehingga dia mengenal dataran dan lembahnya. Dia berpindah-pindah di antara gunung-gunung dan bukit-bukitnya. Dia belajar memanah dan melempar tombak. Ketika semakin dewasa, Thalhah merasakan alam Makkah menyempit maka dia memilih berniaga. Dari sini Thalhah dikenal oleh pasar Bashra dan Syam. Dia dikenal sebagai saudagar yang dapat dipercaya dan ditempa sebagai pedagang yang berhati lapang.

Kehidupan Thalhah berjalan di antara dua keadaan: tinggal atau bepergian, diam atau bergerak. Hari-hari terus bergulir, malam-malam terus berganti, Thalhah terus sibuk dengan perniagaannya.

Sebuah profesi yang tidak ringan inilah yang dia pilih untuk dirinya dan dia relakan untuk hidupnya.

Akhirnya impian yang sangat berharga itu terwujud dengan segera, cahaya Islam telah menyingsing, ia menyinari seluruh jagad raya pada saat yang sama, pada hari di mana Jibril turun kepada al-Habib shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa cahaya yang dengannya Allah menerangi hati-hati yang berada dalam kegelapan, dengannya Allah membimbing jiwa yang tersesat di jalan kehidupan yang sarat persoalan menuju cahaya tauhid dan iman.

Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diutus, Abu Bakar telah beriman kepada risalahnya. Begitu mendengar berita tersebut, Thalhah tidak maju mundur dan tidak ragu-ragu untuk menerimanya. Begitu Abu Bakar mengajaknya, dia langsung menjawab panggilan kebenaran dengan balk. Dia mengetahui dengan yakin bahwa Muhammad adalah ash-Shadiqul Amin tanpa ada yang membantah dan bahwa Abu Bakar adalah seorang saudagar yang jujur yang tidak mungkin bersatu dengan al-Habib shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas kesesatan selamanya.

Thalhah pergi sementara hatinya berdetak dengan seluruh kekuatan, kerinduan, dan keinginan untuk bertemu al-Habib shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia ingin mengumumkan di hadapan seluruh alam, “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Sekali pun Thalhah mempunyai kedudukan di mata kaumnya dan termasuk hartawan, hal itu tidak membuatnya selamat dari gangguan di jalan Allah, tetapi Allah segera mengangkat ujian dan siksaan tersebut.

Ketika al-Habib shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, Thalhah juga berhijrah bersama orang-orang Muhajirin demi meraih nikmat menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jauh dari mata orang-orang kafir Quraisy dan penindasan mereka.

SYAHID YANG BERJALAN DI MUKA BUMI

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan berita gembira kepada Thalhah bahwa dia akan wafat sebagai seorang syahid dengan izin Allah Ta’ala.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu  bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas Gunung Hira’, lalu gunung itu bergetar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tenanglah, di atasmu hanya ada seorang Nabi, atau shiddiq, atau syahid.”

Di atas Gunung Hira itu ada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, ‘Umar, `Utsman, ‘Ali, Thalhah, az-Zubair, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. [2]

Ketika mengetahui bahwa dirinya akan wafat sebagai seorang syahid -dan hal itu setelah dia mendengar berita gembira tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Thalhah radhiyallahu ‘anhu terus mencari syahadah (mati syahid) di tempat-tempat yang mungkin didapatkannya. Maka Thalhah ikut dalam seluruh peperangan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selain Perang Badar. Kebetulan pada saat itu Thalhah sedang berada di Syam untuk urusan perniagaannya.[3]

Comments
All comments.
Comments
  1. admin kisah islam says:

    silahkan akhi, barakallahu fiik

  2. Zamzamia says:

    Mohon maaf admin? Bolehkah saya mengcopypaste tulisan ini dlm blog saya? Saya jg ingin mengenalkan sosok sahabat Nabi yang luar biasa ini pd teman2 saya, saya tentu akan menulis alamat dari blog ini?

    1. administrator says:

      silahkan