Masa Menyusui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Setelah dilahirkan oleh Ibunya, Aminah, dia menyusui selama tiga atau tujuh hari. Pernah diasuh oleh Ummu Aiman, Barakah Al-­Khabsyiyyah,[1] kemudian setelah itu disusui oleh Tsuwaibah mantan budak Abi Lahab selama beberapa hari, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Saya dan Abu Salamah telah disusui oleh Tsuwaibah.”[2] Urwah bin Az-Zubair Radhiyallahu Anhuma berkata, “Tsuwaibah adalah budak yang telah dimerdekakan oleh Abu Lahab, ia menyusui Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Setelah Abu Lahab meninggal beberapa keluarganya melihat Abu Lahab dalam mimpi, sewaktu dia ditanya, “Apa yang telah kamu temukan?” Dia menjawab, “Saya tidak menemukan sesuatu pun setelah kamu, hanya saja saya telah mendapatkan minuman sebagai balasan dari memerdekakan Tsuwaibah.[3]

Kemudian datanglah setelah itu, rombongan wanita mencari bayi yang mau disusui, di antara mereka adalah Halimah As-Sa’diyah Radhiyallahu Anha[4] kemudian ditawarkanlah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para wanita itu. Mereka semuanya menolak tatkala dikatakan bahwa dia adalah anak yatim. Namun, setelah semua wanita telah mendapatkan anak susuan, sementara Halimah Radhiyallahu Anha belum mendapatkan anak susuan, maka dia kembali menemui beliau dan membawanya pulang, dalam Shahih Muslim telah dijelaskan tentang penyusuan ini.[5]

Setelah dua tahun berlalu, Halimah datang bersama beliau kepada ibunya dengan keinginan agar beliau tetap bersamanya, karena berkah yang mengiringinya selama Rasulullah tinggal bersama mereka. Akhirnya, beliau tetap bersama Halimah hingga batas waktu yang dia sepakati untuk mengembalikan beliau kepada ibunya.[6]

Kisah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyusui pada selain ibunya sangat terkenal dalam kitab-kitab Sirah yang dikisah­kan langsung oleh Halimah As-Sa’diyah Radhiyallahu Anha, dia men­ceritakan peristiwa kedatangannya ke Mekah, kemudian akhirnya memilih Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena tidak lagi men­dapatkan yang lain, dan apa yang terjadi setelah itu, di rumah keluarga Halimah mendapat berkah yang banyak.[7]

Foot Note:

[1] Lihat; Ibnul Qayyim, Zaad Al-Ma’ad, 1/83.

[2] Fathu Al-Bari dengan Shahih Al-Bukhari, Ibnu Hajar, 9/140 (yang benar hal.43. pen.). Nomor 5101, Ibnu Hajar dalam Al-Fathu, 9/ 145, berkata, “Pada hadits di atas terdapat kesan bahwa seorang kafir terkadang perbuatan baiknya membawa faedah baginya di akhirat, tetapi bertentangan dengan zhahir Al-Qur’an , Allah berfirman:

“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan [1062], lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan; 23).

Kemudian Ibnu Hajar menjawab hadits tersebut dengan berkata, “Al-Baihaqi berkata, “Dalil yang menunjukkan bahwa amal orang kafir batal maknanya adalah mereka tidak bisa selamat dari neraka, dan tidak bisa masuk surga, namun bisa saja siksa mereka berdasarkan dosa-dosa maksiat mereka dikurangi dari yang sebenarnya, kecuali dosa kafir terhadap kebaikan”, kemudian dia menutup dengan berkata, “Bisa juga karunia tersebut sebagai penghormatan kepada orang yang karenanya orang kafir tersebut telah melakukan kebaikan.” Lihat juga; As ­Suhaili, ar-Raudhul Anfu, 3/67. Saya tambahkan (penulis buku) ‘Kegembiraan Abu Lahab terhadap kelahiran anak saudaranya adalah kegembiraan alami bukan karena kegembiraan yang bernilai ibadah, karena setiap manusia bergembira bila lahir anaknya atau anak saudaranya atau kerabat dekatnya, jadi kegembiraan Abu Lahab bukan karena Allah, maka dari itu tidak akan diganjar dengan pahala kebaikan’. Al-Jazairi dalam kitab Al-Anshab, hal.30, (tentang silsilah nasab) sebagaimana yang dinukil oleh Hafizh bin Musa Al-Hakami, dalam tulisan tesis yang tidak diterbitkan berjudul ‘al-A’yad Al-Masyru’ah wal Mamnu’ah, 1/289, dari kuliah Ushuluddin Riyadh, (hari raya yang dibolehkan dan yang dilarang).

[3] Idem.

[4] Lihat; Ibnu Sa’ad, at-Thabaqaat, 1/114. Abu Daud dalarn Sunan-nya, 4/337, kitab Al­ Adab, nomor 5144. Ibnu Abdul A-Barr, Al-Isti’ab, 8/1812, Al-Mundziri, Mukhtashar Sunan Abi Daud, Dia berkata, ” Ibu susuan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah Halimah As-Sa’diyah, Dia telah masuk Islam dan telah bertemu dan meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam, 8/39, Ibnu Hajar Rahimahullah memasukkannya dalam kelompok pertama dari Shahabat, 8/52-53, Ibnu Hajar berkata tentang kelompok pertama dari Shahabat sebagaimana dalam Muqaddimah, 1/3, kelompok pertama adalah yang pasti pertemuannya [shahabatl dengan Rasulullah, dengan jalan meriwayatkan dari beliau, atau dan yang selainnya, sama halnya apakah jalannya termasuk Shahih, atau Hasan, atau Dhaif, atau terbukti sebagai shahabat dengan jalan apa saja. Lihat juga As-Syami, Subul Al-Huda Wa Ar-Rasyad, 1/465-469, Dia telah membuat bab khusus tentang masuk Islamnya Halimah dan suaminya.

[5] Shahih Muslim, 1/147, Nomor 261, dikatakan bahwa rumah Halimah As-Sa’diyah Radhiyallahu Anha, terletak di Barat daya Thaif, sekitar 70 km lebih dari Thaif, sekarang bernama perkampungan Bani Sa’ad [diyar Bani  Sa’ad] terdiri dari beberapa perkampungan, ada juga yang mengatakan bahwa kampung tempat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dibesarkan bernama Adz-Dzuwaibat. Syaikh Bakar Abu Zaid berkata, ” Pada Bani Sa’ad terletak di kampung As-Syuhbah sekitar 100 km dari Thaif ke arah barat daya, ada Masjid bernama Masjid Halimah As-Sa’diyah. Masjid tersebut adalah masjid yang tidak ada sejarahnya, Banu Sa’ad yang tinggal di sana tidak mengakui kebenaran masjid itu dinisbahkan kepada Halimah, mereka berkata, “Tempat Nabi Shallallahi Alaihi Wa Sallam disusui berada pada dekat lembah Nakhlah antara Miqat Qarnulmanazil dan Hunain, wallahu A’lam. Tashhihu ad-Du’a. ha1./04-105.

[6] Lihat;Ibnu Hisyam, As-Sirah.., 1/175.

[7] Lihat rincian kisahnya pada Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabawiyah, 1/173-174, Adz­-Dzahabi, As-Sirah An-Nabawiyah, hal.19-20.

Sumber: Fikih Sirah, Prof.Dr.Zaid bin Abdul Karim az-Zaid, Penerbit Darussunnah

Artikel: www.KisahIslam.net

Comments
All comments.
Comments