Pada tahun 18 Hijriyah, tentara Islam tertimpa wabah Tha’un Amwas (wabah pes). Banyak tentara Islam yang meninggal dunia di negeri Syam,[1] hingga hampir mencapai dua puluh ribu orang, atau setara dengan dua pertiga tentara Islam yang ada di Syam. Meskipun keadaan seperti itu, tentara Islam tidak berdiam diri dari pembebasan
Al Jazirah adalah kawasan yang sangat luas. Kawasan tersebut terletak di timur laut negeri Syam, barat laut Iraq, dan selatan Turki sekarang. Daerah itu disebut Al Jazirah karena berada di antara sungai Eufrat dan sungai Tigris. Daerah itu mewadahi sejumlah kota penting, antara lain Raha, Riqqah, Nashibin, Hiran, dan Mardin.
Setelah kota Damaskus berhasil dikuasai, Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhu bersama tentaranya meninggalkan kota Damaskus, dan mulai melakukan pembebasan ke arah Palestina. Terjadi peperangan antara tentara Amr bin Al Ash dengan pasukan Romawi di bawah pimpinan Aretion. Perang tersebut adalah perang dahsyat yang akhirnya dimenangkan oleh tentara Islam. Setelah
Setelah tentara Islam berhasil menaklukkan Damaskus dan menata pemerintahannya, semua tentara Islam kemudian berangkat menuju kota Homs di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Al Jarrah radhiyallahu ‘anhu untuk melakukan pembebasan.[1] Lalu Heraklius, kaisar Romawi menyiapkan pasukan untuk mencegah tentara Islam dari penyerangan. Akan tetapi, tentara Islam berhasil mengalahkan pasukan Romawi
Perang Yarmuk telah berakhir di awal masa kekhalifahan Umar radhiyallahu ‘anhu, dengan kemenangan bagi kubu Islam. Setelah itu, tentara Islam berdiam diri untuk menyusun langkah selanjutnya. Apakah tentara Islam akan melanjutkan misinya ke Damaskus, sebagai kota administrative negeri Syam, ataukah tentara Islam melanjutkan infiltrasi ke Fihl, tempat pasukan Romawi menyusun
Pada tahun 19 Hijriyah, tentara Islam telah berhasil menguasai kota Bashrah dan Kufah. Setelah itu, tentara Islam mulai bergerak kembali untuk melanjutkan pembebasan. Sedangkan dua kota tersebut, Bashrah dan Kufah, telah dihuni oleh para penduduk muslim yang datang dari penjuru daerah, baik dari suku Arab maupun bukan, yang telah memeluk
Madain adalah ibukota kerajaan Persia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan berita gembira ketika beliau masih hidup, bahwa kota Madain suatu saat akan dikuasai oleh kaum muslimin. Kaum muslimin pun menanti-nanti hari yang dijanjikan itu. Setelah perang di Qadisiyah, Sa’ad bin Abi Waqqash bersama tentara Islam selama dua bulan
Setelah kabar kekalahan kaum muslimin pada perang jembatan sampai ke Madinah, Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu menyemangati tentara Islam untuk berjuang di Irak dan Persia. Umar sendiri membentuk pasukan di luar kota Madinah, sehingga banyak sekali kaum muslimin yang ikut bergabung untuk berjihad. Umar berkeinginan memimpin sendiri pasukan perang
Setelah pasukan Persia berhasil dikalahkan oleh Abu Ubaidah dan Al Mutsanna bin Haritsah dalam sejumlah peperangan, pasukan Persia kemudian mempersiapkan pasukan besar dan memilih jendralnya yang terbaik sebagai komandan pasukan. Persia mengarahkan pasukan besar itu untuk menghadapi Islam di daerah Qiss an Natiq[1]. Bertemulah pasukan Persia dengan tentara Islam di
Pembebasan Persia Pada akhir masa kekhalifahan Abu Bakar As Siddiq radhiyallahu ‘anhu, tampuk pimpinan tentara Islam setelah keberangkatan Khalid bin Walid ke Syam diberikan kepada Al Mutsanna bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu.[1] Pada kesempatan itu, Persia berusaha mengusir pasukan Islam dari kota-kota di negeri Iraq yang telah berhasil ditaklukkan. Persia berusaha
Perang Yarmuk Tahun 13 Hijriyah [1] Kekaisaran Romawi telah menyiapkan pasukan besar untuk menghadapi pasukan pembebasan Islam di Syam. Tampuk komando pasukan Romawi dipercayakan kepada Bahan. [2] Pada saat Khalid bin Al Walid sampai di Syam dari Irak, baik pasukan Islam dan Romawi telah berkumpul di lembah Yarmuk, utara sungai
Awal pertikaian antara kaum muslimin dan Romawi tertuang dalam beberapa perang yang terjadi pada tahun 8 Hijiriyah. Untuk itu, Abu Bakar di awal masa pemerintahannya menyiapkan pasukan di bawah komando Usamah bin Zaid Radhiyallahu Anhu. Pasukan tersebut tidak diberi tugas untuk melakukan pembebasan wilayah, tetapi hanya sekedar persiapannya. Setelah perang